Oleh Ranti Novianti
Dosen Pendidikan Khusus, Universitas Negeri Malang
Kontak: ranti.novianti@um.ac.id
Dalam pengajaran membaca, kebanyakan guru mengajarkan anak hanya fokus pada mengeja huruf demi huruf. Namun di luar kemampuan mengenal huruf itu, muncul tantangan baru yang tak kalah penting, yaitu bagaimana anak dapat memahami kata-kata kompleks seperti “pengembangan,” “berpendidikan,” atau “kemungkinan”? Di sinilah ilmu morfologi memegang peran besar dalam mendukung kemampuan literasi anak.
Dua meta-analisis penting yang dilakukan oleh Amanda Goodwin dan Soojin Ahn pada tahun 2010 dan 2013 membuka wawasan baru tentang bagaimana pengajaran morfologi (pemahaman tentang struktur kata) tidak hanya membantu anak membaca kata sulit tapi juga meningkatkan kemampuan ejaan, kosakata, serta pemahaman bacaan.
Apa Itu Morfologi?
Secara sederhana, morfologi adalah ilmu yang mempelajari bagian-bagian yang menyusun sebuah kata. Dalam setiap kata, ada akar kata atau root, yaitu bentuk dasar yang menyimpan makna utama, seperti kata ajar dalam belajar atau pengajaran. Dari akar inilah kata bisa tumbuh dengan berbagai tambahan. Ketika sebuah kata diberi awalan, atau prefiks, misalnya meng-, maknanya bisa berubah menjadi tindakan, seperti mengajar. Jika diberi akhiran, atau sufiks, seperti -kan, maka kata itu bisa membentuk makna baru seperti ajarkan. Ada pula bentuk yang lebih kompleks, disebut afiks kompleks, yaitu gabungan dari beberapa imbuhan seperti per- dan -an pada kata perubahan.
Kesadaran morfologi adalah kemampuan anak untuk memecah kata panjang menjadi unit-unit kecil yang bermakna, kemudian menyusunnya kembali untuk menangkap arti kata secara keseluruhan. Melalui pemahaman ini, anak-anak belajar bahwa setiap kata bukanlah satu kesatuan yang kaku, melainkan seperti puzzle kecil yang dapat dibongkar dan dirangkai kembali untuk menemukan makna baru.
Temuan Meta-analisis Goodwin & Ahn (2010)
Dalam penelitian pertama, Goodwin dan Ahn fokus pada anak-anak dengan kesulitan literasi. Mereka menemukan bahwa anak yang mendapatkan pengajaran morfologi secara eksplisit menunjukkan peningkatan signifikan dalam pengenalan kata, ejaan, dan pemahaman bacaan dibandingkan anak yang hanya belajar fonik.
Keunggulan ini sangat terasa pada anak-anak yang dikenal sebagai struggling readers. Ini mengindikasikan bahwa meskipun kemampuan decoding anak lemah, pengajaran morfologi membantu mereka menavigasi makna kata melalui akar katanya.
Temuan Meta-analisis Goodwin & Ahn (2013)
Meta-analisis kedua yang lebih luas dan mencakup anak-anak sekolah umum menegaskan temuan sebelumnya. Pengajaran morfologi yang efektif mampu memperbesar kosakata akademik anak dan memberikan manfaat saat mereka membaca teks yang lebih kompleks seperti materi sains dan sosial.
Pengajaran morfologi yang paling efektif adalah yang eksplisit dan dikaitkan dengan konteks bacaan nyata. Anak tidak hanya diberi daftar imbuhan, melainkan juga diajarkan bagaimana dan kapan menggunakannya dalam kalimat dan teks.
Mengapa Morfologi Begitu Penting?
Ada banyak alasan mengapa morfologi dianggap sebagai kunci penting dalam penguasaan literasi tingkat lanjut. Salah satu manfaat paling nyata adalah kemampuannya membantu anak memahami kata-kata panjang dan kompleks. Ambil contoh kata pengembangan. Bagi sebagian anak, kata ini mungkin terlihat rumit, tetapi ketika mereka belajar memecahnya menjadi peng- + kembang + -an, maknanya menjadi lebih mudah dipahami. Anak yang mengetahui arti dasar dari “kembang” akan dengan cepat menangkap maksud keseluruhan kata tersebut.
Selain itu, morfologi juga berperan besar dalam memperluas kosakata akademik. Banyak istilah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi berasal dari morfem Latin dan Yunani—seperti biology (bio = hidup, logy = ilmu) atau transportation (trans = melintasi, port = membawa). Dengan memahami asal-usul kata seperti ini, anak tidak hanya menghafal istilah, tetapi juga memahami logika di balik pembentukannya.
Pemahaman morfologis juga membantu anak lebih mudah menafsirkan bacaan. Ketika berhadapan dengan kata baru, mereka tidak langsung menyerah, tetapi mencoba menebak maknanya berdasarkan potongan-potongan kata yang dikenali. Pendekatan ini membuat proses membaca terasa lebih menyenangkan dan jauh dari rasa frustasi.
Tak kalah penting, penguasaan morfologi turut memperkuat kemampuan ejaan. Dengan memahami pola pembentukan kata, anak belajar menulis dengan lebih konsisten. Mereka tidak sekadar menyalin huruf, tetapi mengingat struktur kata di baliknya. Pada akhirnya, morfologi bukan hanya tentang mengenal kata, melainkan tentang memahami bagaimana bahasa bekerja—sebuah keterampilan yang menjadi fondasi kuat bagi literasi yang matang.
Bukti Neurolinguistik
Studi pencitraan otak (fMRI) menunjukkan bahwa latihan morfologi secara aktif mengaktifkan jalur leksikal-semantik di otak, khususnya di lobus frontal kiri. Jalur ini berperan dalam mengakses makna kata secara lebih cepat, sehingga morfologi tidak hanya merupakan keterampilan linguistik, tetapi juga turut melatih otak dalam menghubungkan bentuk kata dengan makna.
Implikasi Praktis untuk Pendidikan
Dari praktik lapangan dan riset, berikut beberapa saran dalam mengajarkan morfologi dengan efektif:
- Ajarkan morfologi secara eksplisit: Bukan sekadar minta anak menghapal imbuhan, tapi jelaskan bagaimana imbuhan mengubah arti kata. Contohnya: “ajar” → “belajar” → “pengajar” → “pelajaran.”
- Kontekstualisasikan dengan bacaan nyata: Saat membaca teks ilmiah, misalnya kata “evaporation,” tanyakan pada anak tentang akar kata dan imbuhan yang digunakan.
- Gunakan peta morfologi: Visualisasi hubungan antar kata yang memiliki akar yang sama dapat memudahkan anak mengenali pola morfologi.
- Latih pemecahan kata baru: Berikan kata-kata asing atau baru lalu ajak anak menebak artinya berdasarkan bagian-bagian morfemnya.
Relevansi untuk Indonesia
Bahasa Indonesia dikenal kaya akan imbuhan. Anak yang tidak diajari morfologi akan mudah bingung ketika menghadapi kata-kata panjang kompleks, misalnya “ketidaksepakatan” yang bisa dipisah “ke-” + “tidak” + “sepakat” + “-an.”
Instruksi morfologi sangat relevan untuk pendidikan literasi di Indonesia, baik untuk anak-anak dengan kesulitan belajar maupun untuk memperkuat kosakata akademik agar mereka lebih siap menghadapi bahan ajar yang lebih berat.
Goodwin & Ahn (2010, 2013) mengingatkan bahwa morfologi adalah jembatan penting menuju literasi tingkat lanjut / keterampilan membaca lanjutan. Phonics memang membantu anak membaca kata, namun morfologi membantu mereka memahami makna bahasa akademik dan kompleks.
Bagi pendidik dan orang tua, mengajarkan morfologi berarti memberikan anak “kunci” untuk membuka pintu ribuan kata dan konsep baru. Bagi anak-anak dengan kesulitan belajar, ini bukan hanya tentang membaca, tapi juga tentang memahami dunia di sekitar mereka.
Dengan semakin banyak dukungan dari riset neurolinguistik dan strategi pengajaran efektif, kita dapat memastikan anak tidak sekadar mengeja, melainkan mampu menafsirkan, menghubungkan, dan mencipta makna dalam bacaan mereka.

