Oleh Ranti Novianti
Dosen Pendidikan Khusus, Universitas Negeri Malang
Kontak: ranti.novianti@um.ac.id
Sebagai guru atau orang tua, mungkin pernah mengalami situasi anak yang lancar membaca kata-kata dalam sebuah teks, namun saat ditanya “Apa maksud kalimat ini?” justru kebingungan. Banyak guru yang mengalaminya dengan siswa mereka. Masalah ini umumnya bukan karena anak tidak mengenal kosakata, tetapi karena mereka belum mampu mengolah struktur kalimat atau sintaksis atau aturan bagaimana kata-kata disusun menjadi kalimat bermakna.
Hal ini dikonfirmasi oleh sebuah meta-analisis terbaru oleh Tong, Zhang, dan Yan tahun 2025 yang diterbitkan di jurnal Review of Educational Research. Studi yang menganalisis 92 penelitian lintas bahasa dengan ribuan partisipan dari berbagai jenjang pendidikan ini menemukan bahwa kemampuan sintaksis adalah prediktor kuat dan konsisten terhadap kemampuan pemahaman bacaan.
Apa Itu Sintaksis?
Sintaksis adalah aturan atau tata bahasa yang mengatur bagaimana kata-kata digabungkan menjadi kalimat yang bermakna. Kalimat sederhana contohnya: “Kucing mengejar tikus.” Disusun secara mudah dipahami: subjek (kucing) – predikat (mengejar) – objek (tikus). Namun, dalam teks yang lebih kompleks, kalimatnya bisa memiliki berbagai klausa dan struktur majemuk: “Tikus yang dikejar kucing bersembunyi di gudang.” Di sini ada klausa relatif “yang dikejar kucing” yang menjelaskan subjek. Anak yang hanya terbiasa dengan kalimat sederhana seringkali kesulitan saat menghadapi kalimat dengan klausa ganda, kalimat pasif, atau kalimat panjang yang kerap ditemukan dalam buku pelajaran tingkat lanjut.
Temuan Meta-analisis Tong
Meta-analisis ini menyimpulkan beberapa hal penting:
- Kemampuan sintaksis memiliki korelasi kuat dengan pemahaman bacaan, dengan efek moderat sampai besar, dan temuan ini konsisten di berbagai bahasa dan jenjang pendidikan.
- Hubungan antara sintaksis dan pemahaman makin nyata pada teks yang lebih kompleks, seperti yang digunakan dalam pelajaran akademik.
- Pola ini terlihat pada anak-anak SD, SMP, hingga mahasiswa: anak yang lemah dalam pemahaman sintaksis menunjukkan kesulitan besar saat menghadapi bacaan kompleks.
- Pemahaman kata-kata dalam kalimat saja tidak cukup. Anak bisa saja tahu arti kata-kata seperti “meskipun” atau “karena” tapi tanpa memahami fungsi kata tersebut dalam kalimat, makna keseluruhan teks menjadi hilang.
Mengapa Sintaksis Sangat Penting?
Saat membaca, otak bukan cuma mengenali kata satu per satu. Otak harus menyusun hubungan antar kata untuk memahami siapa melakukan apa, kepada siapa, dan dalam kondisi apa. Contoh kalimat: “Walaupun hujan deras, para siswa tetap berangkat ke sekolah.” Jika anak tidak memahami struktur subordinatif “walaupun… tetap…”, mereka bisa salah menafsirkan bahwa siswa tidak berangkat, padahal kenyataannya mereka tetap berangkat walau hujan. Dengan demikian, tanpa pemahaman sintaksis, anak hanya memiliki kumpulan kata tanpa jalinan makna yang utuh.
Bukti Neurolinguistik
Studi menggunakan pemindaian fMRI menunjukkan bahwa pemrosesan sintaksis melibatkan area frontal kiri di otak, khususnya Broca’s area, yang bekerja bersama area temporal kiri. Pada anak yang mengalami kesulitan sintaksis, koneksi antar area ini lemah, sehingga mereka sulit memahami kalimat panjang yang kompleks. Inilah yang menjelaskan mengapa latihan pemahaman sintaksis dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan dengan melatih otak mengintegrasikan kata-kata menjadi struktur bermakna.
Implikasi Praktis dalam Pendidikan
Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan guru dan orang tua:
- Ajarkan struktur kalimat secara eksplisit. Guru tidak cukup hanya mengajarkan “baca saja”, tetapi harus mengajarkan berbagai bentuk kalimat, termasuk kalimat majemuk, kalimat pasif, dan kalimat dengan klausa subordinatif.
- Latih transformasi kalimat. Misalnya, dari kalimat sederhana seperti “Dia pergi ke pasar. Dia membeli ikan.” dapat dilatih menjadi kalimat kompleks: “Dia pergi ke pasar untuk membeli ikan.”
- Gunakan teks berjenjang. Mulai dari teks narasi sederhana, lalu tingkatkan ke teks akademik yang memiliki struktur sintaksis lebih rumit.
- Tanyakan pertanyaan inferensial. Tanyakan “siapa melakukan apa?” atau “apa sebab akibatnya?” agar anak dilatih berpikir memahami fungsi dan hubungan antar bagian kalimat.
Relevansi untuk Indonesia
Banyak anak di Indonesia yang sudah mampu membaca kata dengan baik, tetapi gagal dalam memahami teks pelajaran di sekolah. Hal ini karena teks akademik di buku pelajaran IPA atau IPS kerap mengandung kalimat panjang dengan banyak klausa, yang menuntut pemahaman sintaksis yang baik. Mulai mengajarkan sintaksis secara eksplisit sejak SD akan sangat membantu anak memahami teks pelajaran dengan lebih baik, sehingga meningkatkan keberhasilan belajar secara keseluruhan.
Tong dan tim dalam penelitian 2025 kembali mengingatkan kita bahwa pemahaman bacaan adalah keterampilan linguistik tingkat lanjut. Pemahaman ini bukan hanya soal kemampuan mengenal kata atau decoding, tetapi juga kemampuan memahami struktur kalimat atau sintaksis yang menjadi jembatan menghubungkan kata menjadi makna lengkap.
Bagi guru dan orang tua, pesan ini jelas, jika seorang anak kesulitan dalam memahami bacaan, jangan langsung menyalahkan kosakata atau kemampuan membaca saja. Bisa jadi akar masalahnya ada pada pemahaman sintaksis. Dengan latihan yang sadar, adaptif, dan terstruktur untuk membantu anak memahami sintaksis, kita dapat mengantar anak-anak Indonesia melampaui sekadar membaca kata menjadi memahami dunia melalui kalimat dan teks.

